Maafkan Dirimu


Kita semua pernah merasakan penderitaan hati. Kita pernah di sana.. atau mungkin kita sedang di masa ini. Penderitaan hati itu disebabkan oleh teman, keluarga atau kekasih, atau orang di sekeliling kita. Rasa sakit terlalu dalam dan pikiran kita sering berkabut. 

Ketika kita mengingat patah hati kita yg pertama, pikiran kita penuh dengan begitu banyak pemikiran dan kenangan lama. Kenangannya tidak terlalu menyakitkan, tapi pahit. Itulah pernyataan yang membunuh kita setiap hari. Setiap hari sebuah pertanyaan baru terlintas dalam pikiran kita. 

Dengan kondisi itu kita mencoba dan menganalisa dan menganalisa. Menganalisa berulang-ulang sampai kita mendapatkan jawaban yang memuaskan. Malam berikutnya, pertanyaan lain. "Mengapa ini terjadi pada saya?" "Mengapa saya?" "Apa yang saya lakukan untuk mendapatkan ini?" "Apakah saya sangat buruk?" "Saya ingin tahu apa yang saya lakukan salah?" "Bagaimana saya tidak dapat melihat ini datang?" "Saya sangat bodoh!" "Saya adalah orang bodoh yang sangat mudah tertipu!" 

Sudah berapa lama kita akan membodohi pikiran kita untuk percaya tentang apa yang kita yakini? Untuk menemukan teori baru untuk memuaskan jiwa kita. Akhirnya kita menyerah dan akhirnya menjadi sedih, kesepian dan akhirnya merasa kecil dan tidak berharga. 

Hal ini seperti sebuah kegelapan, dimana semakin banyak kita memberi makan, semakin besar semakin lama sampai kita benar-benar dikelilingi olehnya dan ini akan memakan kita suatu hari nanti. Tentu saja, patah hati adalah bagian dari kehidupan. Hanya karena kita bertahan sekali, tidak berarti itu tidak akan terjadi lagi. 

Kita semua akan keluar dari situ, menyingkirkan setan-setan di dalam kepala kita dan siap untuk bersosialisasi, untuk mulai mempercayai lagi, untuk mulai percaya lagi sampai kita patah hati lagi. Ini adalah lingkaran setan dan tak seorang pun, betapapun sempurna dalam hidup ini bisa lolos dari hal itu. Jadi apa yang kita lakukan? Bagaimana kita membuat diri kita begitu kuat sehingga sakit hati berkurang saat kita menyebutnya "setelah fase dikhianati". 

Saya baru saja menemukan mantra saya dan memutuskan untuk membagikannya. Saya katakan "Maafkan dirimu sendiri" Saya tahu dua kata sederhana “Cobalah Sekali”. Apakah benar sesederhana itu? Sebagian besar dari kita mati dalam diri kita sendiri, setiap kali berpikir. Kita lupa bahwa kita menimbulkan rasa sakit, emosional dan traumatis pada diri kita sendiri. Sementara orang-orang yang membawa kesedihan terhadap kita mungkin tidak memikirkan perasaan kita. Tulisan ini dibuat agar kita mampu untuk melanjutkan perjalanan ke depan.#

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Hubungan ibarat sebuah Rumah"

BERANI BEKATA “TIDAK”

TAFAKURKU..