Cerita Hujan

Ini bukanlah tidur nyenyakku, malam ini. Aku terbaring di tempat tidur dan menunggu lelapku membuat pening isi kepala. Pemadaman listrik yang terlalu sering terasa bumbu pening yang makin menjadi. Apakah ini sebuah keluhan? Badan yang tak sakit menjadi sakit.

Beberapa saat kemudian, aku bisa merasakan wajahku dibelai angin sepoi-sepoi. Dahi berkeringatku akhirnya merasa terhibur.  Dikit demi sedikit basah itu mengering. Aku meringis saat merasakan beberapa tetesan di wajahku dan membuka mataku hanya untuk menyadari bahwa di luar sedang hujan. Tetesan kecil itu melambung ke wajahku setelah menabrak kerei terasku.

Dengan mata terbelalak, masih bermalas-malasan di teras, kulihat garis-garis penerangan menerangi kerei dan aku membiarkan wajahku mengambil semua tumpahan tetesan. Air ini semakin membuat mataku terbuka.
“Hujan yang tak terhenti di bulan Januari” gumamku.

Setiap tetes yang menabrak mukaku menunjukkan sebuah slide kenangan. Langit yang menderu, pencahayaan nan remang, kegelapan dan keheningan, kecuali suara hujan, terlalu masyuk bagiku untuk mengingat semua kenangan indah.... ya yang indah itu.

Setiap setetes pun membawaku ke jalur ingatanku. Yang pertama membawaku ke masa kecilku dimana aku bisa berlari ke sana kemari, bermain dengan hujan. Tak takut dengan kotornya tanah di seluruh tubhku.  Aku merindukan hujan, seperti saat itu.

Dan yang kedua, terlalu cepat mengingatkanku pada masa mudaku, ketika kami berbagi payung, berjalan beriringan saat pulang sekolah.  Kamu bukan milikku saat itu, tapi aku menaksirmu.  Jatuh cinta untuknya sangat mudah, seperti hujan, tapi luka akibat jatuhnya membaurkanku dalam berbagai bentuk, aku tidak bisa mengumpulkan diri untuk berdiri sama sekali sebagai satu unit tetesan.

Dan yang ketiga, tetesan ini mengingatkan gerimis siang hari ketika calon suami bertandang.  Alunan musik jazz dari Cafe Dago Atas selalu membuat kami merindukan Bandung.

Perlahan, aku mendapatkan kembali inderaku, melompat kembali ke masa lalu tidaklah semudah itu. Menghidupkan kembali apa yang dulu terobsesi dan kemudian kembali ke kenyataan adalah bagian tersulit yang bisa dialami seseorang. Namun tidak bagiku, karena saat ini dia ada bersamaku.#

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Hubungan ibarat sebuah Rumah"

BERANI BEKATA “TIDAK”

TAFAKURKU..