Catatan Romantisme Sebungkus Nasi


Saya memanggilnya Pak’e. Dia sosok seorang bapak yang keras dan disiplin. Sosok kuatnya tercermin dari semua tindakan dan sikap kesehariannya. Karakter yang sangat berbeda dengan ibu saya. Dua karakter yang berbeda.. sangat berbeda.. yang bersatu dan menjalin kasih sayang sampai ayahku meninggal pada usia 81 tahun. Karakter yang saling mengimbangi diantara keduanya. Meskipun berbeda, Pak’e dan Mak’e (begitu saya sebut mereka)… sangatlah kompak dalam mendidik anak-anak dan cucu-cucunya.

Kemiskinan yang dilalui orangtua saya tidak menghalangi mereka untuk tetap bersatu dan bekerja keras. Awalnya, Pak’e adalah seorang buruh mengambil air nira kelapa, dan mak’e buruh mencuci, namun seiring dengan ketabahan dan keuletannya mereka dapat berdagang. Berdagang musiman. Artinya berbagai barang yang dijual sesuai dengan kebutuhan pasar. Berdagang sambil berjalan menuju pasar sesuai dengan hari pasaran (Pahing, pon, wage, kliwon, legi). Catatan : pasaran berdasarkan 5 hari hitungan. 

Berangkat tengah malam, di tengah malam berhenti di masjid untuk sholat tahajud. Dan jika Ramadhan, mereka membawa bekal untuk sahur di jalan. Dan bekal yang dibawa hanya 1 bungkus nasi (bukan 2 bungkus nasi). Ketika waktunya sahur, Mak’e membuka bungkusan, dan keduanya hanya saling pandang dan tidak memakannya. Pak’e meminta Mak’e untuk makan terlebih dahulu, tapi Mak’e bilang : “Aku sudah sahur, ini buat kamu Mas.” Pak’e pun mulai makan nasi tersebut, dan Pak’e tidak menghabiskannya. Mak’e pun bertanya : “Kenapa nggak habis?” Pak’e menjawab: “aku sudah kenyang.” Dan Mak’e pun menghabiskan nasi tersebut. Pak’e tahu bahwa Mak’e belum sahur, tapi Mak’e berbohong agar Pak’e mau menyantap nasi untuk sahur. 

Meskipun Pak’e sudah tidak ada.. beliau adalah sosok yang selalu memberikan karakter yang indah kepada saya. Di balik kedisiplinan dan karakter yang keras, kau mempunyai Mak’e yang selalu lemah lembut dan selalu tersenyum. Romantisme sederhana yang Pak’e dan Mak’e lakukan adalah keteladanan yang tiada arti bagi kami anak-anakmu. Saya akan selalu mencintaimu. Pak’e bukan hanya sosok suami yang bertanggung jawab, Pak’e adalah Bapak yang terbaik buat saya. 

Saya tahu, Pak’e tidak tau apa itu Hari Bapak… Tapi saya berterima kasih telah menjadi bapak yang hebat buat saya… kakak, adik, dan keponakan-keponakan. Dan Kami sangat bangga denganmu. Semoga Allah selalu memberimu cinta.#

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Hubungan ibarat sebuah Rumah"

BERANI BEKATA “TIDAK”

TAFAKURKU..